De Ja Vu



Beberapa hari ini saya seperti mengalami de ja vu, yaitu mengulang pengalaman masa lalu. Seperti mengalami kembali apa yang saya alami dulu. Khususnya di awal saya menjalankan bisnis Amway ini.  Apa yang sekarang saya terima di WA dari beberapa teman, dulu saya yang menulis SMS ke Pak Ojat. Yaitu: "Mohon maaf Pak Ojat, saya tidak bisa hadir di . . . karena . . ." Saat itu titik-titik pertama adalah Infonite atau BBS, pertemuan mingguan dan bulanan di N21. Titik-titik kedua adalah ada pasien, rapat RT, ada arisan di rumah, bahkan hujan deras (apa hubungannya dengan hujan karena saya naik mobil?). Pak Ojat hanya membalas dengan kalimat: "Tidak masalah Pak. Go Diamond!"

Kemudian dalam pembicaraan telepon, secara guyonan Pak Ojat mengatakan: "Bapak sudah minta maaf ke bu Wati, mas Adi, mas Bagus dan mbak Chaca ?" Awalnya saya tidak mengerti mengapa saya harus meminta maaf? Barulah kemudian saya bisa menangkap arahnya, yaitu ketidakhadiran saya di dalam pertemuan-pertemuan itu akan membuat bisnis Amway saya terhambat atau bahkan bisa gagal sama sekali. Dan itu akan sangat berdampak pada kehidupan orang-orang yang saya cintai  - jika sesuatu terjadi pada saya.

Saat itu saya belum banyak memiliki pengetahuan tentang cara kerja pikiran bawah sadar. Saya hanya teachable saja ke Pak Ojat, kalau beliau mengatakan pertemuan itu penting, maka sayapun akan menganggapnya penting. Tetapi kalau pas mau berangkat ada pasien akan melahirkan mau bagaimana lagi? Masa saya menolak pasien yang sudah berbulan-bulan kontrol ke saya? Karena itu saya meminta maaf kepada Pak Ojat. Ternyata seharusnya saya meminta maaf ke orang-orang yang saya cintai. Meskipun tentu saja ego saya saat itu menolak hal sekonyol itu. Hal semacam itu hanya bisa dimengerti oleh mereka yang sudah mengalami perubahan keuangan signifikan seperti Pak Ojat, saya, Pak Chozin, Pak Yanto, Pak Rochmat, Pak Amdani, Pak Imam dan lain-lain.

Kemudian Pak Ojat mengajarkan cara membuat keputusan seperti yang saya dengar dari kasetnya Pak Paul Agus. Menghadap kaca dan mengucapkan bla bla bla seperti yang sudah sering saya sampaikan itu.

Memang ajaib, setelah itu saya tidak pernah lagi terganggu dengan pasien. Saya bisa selalu hadir di pertemuannya N21, mulai Infonite, 15 Planners, NBT, Blue Ribbon Meeting, BBS, LS. Setelah tidak aktif lagi, hanya BBS dan LS yang saya hadiri. Kemudian lama-lama hanya LS yang saya hadiri. Setelah rumah Batu saya jadikan hotel tahun 2010, kami pindah ke Surabaya menemani ibu mertua dan saya lebih sering tinggal di villa Lumajang, bertani dan beternak karena memang tidak ada kegiatan apa-apa lagi.

Di sana saya menyadari bahayanya karena lingkungan saya jauh di bawah saya. Sedangkan  saat itu saya sedang getol-getolnya belajar tani dan ternak, sehingga perlu konsultasi dengan ahlinya, yaitu petani dan peternak tulen. Semuanya ada di kuadran kiri dan (maaf) di bagian bawah dari piramida kemakmuran. Artinya lingkungan pengaruh saya berubah drastis dan itu sangat berbahaya untuk plafon rejeki saya. Akhirnya saya kembali menyempatkan diri untuk hadir di BBS yang satu bulan sekali dan mendengarkan CD-CD lagi. Kalau LS (sekarang SIV) tidak pernah tidak saya hadiri - maaf pernah satu kali absen ketika badan saya panas-dingin sehingga hanya Bu Wati yang hadir. Kalau Bu Wati tidak pernah absen menghadiri Leadership Seminar sejak Oktober 2003. Aktif tidak aktif di Amway kami terus mempertahankan plafon rejeki tetap tinggi.

Ketidakhadiran seseorang di SIV, sesungguhnya bukan karena cuaca buruk, anak sakit/ kita sakit, ada arisan/ pertemuan penting lain/ manten, dilarang suami/ isteri/ orang tua/ mertua/ pacar/ ibu kos, masih banyak hutang/ tidak punya uang dan sebagainya. Itu memang ada, kita tidak sedang mencari-cari alasan untuk tidak hadir. Yang tidak banyak diketahui orang, semua yang menjadi alasan itu hanyalah alat Tuhan untuk membuat ketidakhadiran kita itu secara sadar bisa dibenarkan oleh diri kita sendiri. Dan tidak membuat diri kita menyesali dan menyalahkan diri sendiri. Sedang sebab yang sebenarnya adalah karena permintaan kita sendiri (Aku sesuai persangkaan hamba-Ku). Tepatnya permintaan bawah sadar kita sendiri yang masih menolak kegiatan ini karena takut kita nanti bisa kaya dan berubah kehidupannya. Meskipun secara sadar kita ini uingin sekali kaya, bawah sadar kita tetap ingin kita "kembali ke jalan yang benar", yaitu jalan yang sudah ditulis oleh lingkungan lama. Bekerja keras mencari nafkah sampai nggak kuat lagi. Yang bisa mengubah itu hanyalah KEPUTUSAN DARI PIKIRAN SADAR sebagai nahkoda kapal.

Kejadiannya mirip ketika perusahaan kita bangkrut karena ditipu orang, karena ada persaingan, ada perubahan peraturan atau arah jalan dan sebagainya. Baru jadi direktur satu bulan dipecat. Itu hanyalah cara Tuhan menggagalkan penghasilan kita karena tidak sesuai dengan takaran rejeki kita. Caranya tentu yang sesuai dengan kondisi dunia kita, sehingga tidak nampak ajaib.

Itu semua tidak bisa kita lawan, karena memang lawan terberat seorang manusia adalah dirinya sendiri. Dalam ilmu pikiran, yaitu melawan pikiran bawah sadarnya sendiri. Cara melawannya adalah dengan berpegang erat pada mentor dan nekat melakukan hal yang berlawanan dengan kondisi itu. Itu yang saya lakukan dulu. Tetapi tentu tidak bisa saya lakukan sekarang karena sayalah mentornya. Saya tentu tidak akan mau mengatakan berangkat saja meskipun... Karena Tuhan jauh lebih canggih dibanding saya. Dia pastilah menghadirkan alasan yang tiada lawan, kecuali oleh mereka yang benar-benar memiliki impian besar. Ibaratnya mau menerjang badai untuk membeli obat bagi anaknya yang sakit.

Itu semua dijelaskan secara gamblang di dalam buku terbitan Tahun 1970-an yaitu ZERO RESISTANCE SELLING oleh Maxwell Maltz - sayang bukunya hilang. Pengarang yang sama dengan buku Psychocybernetics Mutakhir yang terbit pertama 1961 dan kopinya dijual MSO karena sudah tidak terbit lagi. Di sana dia mengatakan bahwa bisnis yang paling sulit diselesaikan adalah bisnis networking. Ini bisnis yang secara teknis paling mudah, tetapi menjadi sulit karena harus melawan program-program di dalam pikiran bawah sadar kita sendiri. Saat itu panduannya adalah melakukan reprogramming pikiran bawah sadar dengan TEATER PIKIRAN yang ada di dalam buku Psychocybernetics, yang kemudian saya sempurnakan menjadi 2 ATBS itu. Tentu saja ditambah dengan seminar dan berkumpul dengan orang kaya seperti di SIV.

Surabaya, 25 Januari 2018.
Sigit Setyawadi

Posting Komentar

0 Komentar