Sejak kecil saya sering melihat Bude Darmi (?) datang ke rumah. Beliau tetangga depan rumah di Jl. Pahlawan 25, rumah kontrakan orang tua saya dulu di Probolinggo (1963-1966). Jika ada Bude Darmi, biasanya cuma berarti dua hal. Ibu tidak punya uang sehingga menggadaikan kain atau perhiasan, atau sudah punya uang untuk menebusnya. Bude Darmi adalah calo gadai yang membantu orang-orang yang terlalu sibuk atau malu untuk datang ke pegadaian.
Jika membutuhkan uang, ibu saya tidak pernah meminjam uang kepada saudara atau tetangga, tetapi ke pegadaian atau ke koperasi wanita. Menurut penjelasan ibu, jika kita meminjam ke badan resmi, maka otak kita akan bekerja keras mencarikan solusi untuk membayarnya, karena ada sangsi atau ancaman di balik itu. Sebaliknya jika kita meminjam ke perorangan maka otak kita akan berhenti memikirkan jalan keluar karena tidak ada sangsi apa-apa.
Biasanya di saat kita akan meminjam, otak reptil kita atau otak primitif kita yang merangsang reaksi fight or flight, pada kondisi terdesak akan memunculkan rencana-rencana jitu untuk membayarnya. Semua jadi nampak mudah untuk membayar hutang itu, sehingga teman atau saudaranya tadi akan rela menghutangi. Tetapi jika hutang itu sudah diperoleh, akan berbeda lagi pikiran kita. Otak reptil kita tidak lagi berfungsi, dan yang mengambil alih adalah otak modern yang penuh dengan perhitungan untung-rugi. Bahkan seandainya ada uangnya pun, Anda tidak akan membayar hutang itu kecuali ada paksaan dari luar. Itu adalah sifat manusia yang paling manusiawi, yaitu mencari jalan yang termudah.
Sejak saya dididik di N21, tugas utama kita adalah mensukseskan orang yang kita mentori. Meminjamkan uang kepada mereka merupakan pantangan, meskipun mereka mengatakan 1000 alasan mendesak untuk meminjam. Karena hampir semua yang terlibat hubungan terlarang hutang-piutang itu akan muntaber (mundur tanpa berita) dari grup. Entah yang menghutangi atau yang dihutangi. Sehingga masa depannya menjadi tidak menentu lagi hanya karena kebutuhan sesaat.
Awalnya saya tidak mematuhi nasehat mentor saya meskipun sebenarnya sudah banyak pengalaman, yaitu famili yang berhutang tidak pernah ada yang mengembalikan. Mungkin mereka merasa saya tidak butuh pengembalian uang itu. Sayapun mengikhlaskan dan faktanya kehidupan famili-famili tadi semakin susah.
Ternyata mentor saya sangat benar. Mereka yang pernah saya pinjami, entah uang, produk atau alat penunjang bisnis, tidak ada satupun yang muncul kembali di grup. Sampai sekarang tidak berani ketemu hanya karena uang beberapa ratus ribu saja.
Dari berbagai pengalaman itu, saya tidak lagi mau terlibat hutang-piutang dengan anggota grup.
Beberapa tahun lalu, saya mendapat bisikan dari seorang kenalan yang jauh lebih pakar tentang seluk-beluk pikiran. Beliau mengatakan begini: "Pak Sigit, jika ada kepanitiaan pembangunan apa, jangan pernah mau ditunjuk sebagai pengumpul sumbangan. Karena meskipun itu bukan untuk kepentingan kita, saat kita MEMINTA SUMBANGAN, kita sedang menyiarkan pola pikir miskin dan butuh bantuan. Alam akan menanggapinya dengan mendatangkan kemiskinan dan kekurangan kepada kita."
Itu meminta untuk kepentingan pihak lain. Apalagi kalau meminta untuk kepentingan sendiri. Mungkin dalam proses meminta itu kita bisa mendapatkan sejumlah uang. Tetapi sebenarnya kita sedang kehilangan uang yang jauh lebih besar dari yang kita dapatkan itu. Sayangnya kita tidak tahu bahwa kita sedang rugi besar.
dr. Sigit Setyawadi, Sp.Og
0 Komentar